AJI SAKA
Dahulu kala, ada sebuah kerajaan bernama Medang Kamulan yang
diperintah oleh raja bernama Prabu Dewata Cengkar yang buas dan suka makan
manusia. Setiap hari sang raja memakan seorang manusia yang dibawa oleh Patih
Jugul Muda. Sebagian kecil dari rakyat yang resah dan ketakutan mengungsi secara
diam-diam ke daerah lain.
Di dusun Medang Kawit ada seorang pemuda bernama Aji Saka yang
sakti, rajin dan baik hati. Suatu hari, Aji Saka berhasil menolong seorang bapak
tua yang sedang dipukuli oleh dua orang penyamun. Bapak tua yang akhirnya
diangkat ayah oleh Aji Saka itu ternyata pengungsi dari Medang Kamulan.
Mendengar cerita tentang kebuasan Prabu Dewata Cengkar, Aji Saka berniat
menolong rakyat Medang Kamulan. Dengan mengenakan serban di kepala Aji Saka
berangkat ke Medang Kamulan.
Perjalanan menuju Medang Kamulan tidaklah mulus, Aji Saka
sempat bertempur selama tujuh hari tujuh malam dengan setan penunggu hutan,
karena Aji Saka menolak dijadikan budak oleh setan penunggu selama sepuluh tahun
sebelum diperbolehkan melewati hutan itu.
Tapi berkat kesaktiannya, Aji Saka berhasil mengelak dari semburan api si setan. Sesaat setelah Aji Saka berdoa, seberkas sinar kuning menyorot dari langit menghantam setan penghuni hutan sekaligus melenyapkannya.
Tapi berkat kesaktiannya, Aji Saka berhasil mengelak dari semburan api si setan. Sesaat setelah Aji Saka berdoa, seberkas sinar kuning menyorot dari langit menghantam setan penghuni hutan sekaligus melenyapkannya.
Aji Saka tiba di Medang Kamulan yang sepi. Di istana, Prabu
Dewata Cengkar sedang murka karena Patih Jugul Muda tidak membawa korban untuk
sang Prabu.
Dengan berani, Aji Saka menghadap Prabu Dewata Cengkar dan
menyerahkan diri untuk disantap oleh sang Prabu dengan imbalan tanah seluas
serban yang digunakannya.
Saat mereka sedang mengukur tanah sesuai permintaan Aji Saka,
serban terus memanjang sehingga luasnya melebihi luas kerajaan Prabu Dewata
Cengkar. Prabu marah setelah mengetahui niat Aji Saka sesungguhnya adalah untuk
mengakhiri kelalimannya.
Ketika Prabu Dewata Cengkar sedang marah, serban Aji Saka
melilit kuat di tubuh sang Prabu. Tubuh Prabu Dewata Cengkar dilempar Aji Saka
dan jatuh ke laut selatan kemudian hilang ditelan ombak.
Aji Saka kemudian dinobatkan menjadi raja Medang Kamulan. Ia
memboyong ayahnya ke istana. Berkat pemerintahan yang adil dan bijaksana, Aji
Saka menghantarkan Kerajaan Medang Kamulan ke jaman keemasan, jaman dimana
rakyat hidup tenang, damai, makmur dan
sejahtera.
Timun Emas
Mbok Sirni namanya,
ia seorang janda yang menginginkan seorang anak agar dapat membantunya bekerja.
Suatu hari ia didatangi oleh raksasa yang ingin memberi seorang anak dengan syarat apabila anak itu berusia enam tahun harus diserahkan keraksasa itu untuk disantap.
Mbok Sirnipun setuju. Raksasa memberinya biji mentimun agar ditanam dan dirawat setelah dua minggu diantara buah ketimun yang ditanamnya ada satu yang paling besar dan berkilau seperti emas.
Kemudian Mbok Sirni membelah buah itu dengan hati-hati. Ternyata isinya seorang bayi cantik yang diberi nama timun emas.
Suatu hari ia didatangi oleh raksasa yang ingin memberi seorang anak dengan syarat apabila anak itu berusia enam tahun harus diserahkan keraksasa itu untuk disantap.
Mbok Sirnipun setuju. Raksasa memberinya biji mentimun agar ditanam dan dirawat setelah dua minggu diantara buah ketimun yang ditanamnya ada satu yang paling besar dan berkilau seperti emas.
Kemudian Mbok Sirni membelah buah itu dengan hati-hati. Ternyata isinya seorang bayi cantik yang diberi nama timun emas.
Semakin hari timun emas tumbuh menjadi gadis jelita. Suatu hari
datanglah raksasa untuk menagih janji Mbok sirni amat takut kehilangan timun
emas, dia mengulur janji agar raksasa datang 2 tahun lagi, karena semakin
dewasa,semakin enak untuk disantap, raksasa pun setuju.
Mbok Sirnipun semakin sayang pada timun emas, setiap kali ia teringat akan janinya hatinyapun menjadi cemas dan sedih.
Suatu malam mbok sirni bermimpi, agar anaknya selamat ia harus menemui petapa di Gunung Gundul. Paginya ia langsung pergi. Di Gunung Gundul ia bertemu seorang petapa yang memberinya 4 buah bungkusan kecil, yaitu biji mentimun, jarum, garam,dan terasi sebagai penangkal. Sesampainya dirumah diberikannya 4 bungkusan tadi kepada timun emas, dan disuruhnya timun emas berdoa.
Mbok Sirnipun semakin sayang pada timun emas, setiap kali ia teringat akan janinya hatinyapun menjadi cemas dan sedih.
Suatu malam mbok sirni bermimpi, agar anaknya selamat ia harus menemui petapa di Gunung Gundul. Paginya ia langsung pergi. Di Gunung Gundul ia bertemu seorang petapa yang memberinya 4 buah bungkusan kecil, yaitu biji mentimun, jarum, garam,dan terasi sebagai penangkal. Sesampainya dirumah diberikannya 4 bungkusan tadi kepada timun emas, dan disuruhnya timun emas berdoa.
Paginya raksasa datang lagi untuk menagih janji. Timun emaspun
disuruh keluar lewat pintu belakang untuk Mbok sirni.
Raksasapun mengejarnya. Timun emaspun teringat akan bungkusannya, maka ditebarnya biji mentimun.
Sungguh ajaib, hutan menjadi ladang mentimun yang lebat buahnya. Raksasapun memakannya tapi buah timun itu malah menambah tenaga raksasa.
Lalu timun emas menaburkan jarum, dalam sekejap tumbuhlan pohon-pohon banbu yang sangat tinggi dan tajam.
Dengan kaki yang berdarah-darah raksasa terus mengejar. Timun emaspun membuka bingkisan garam dan ditaburkannya.
Seketika hutanpun menjadi lautan luas. Dengan kesakitannya raksasa dapat melewati.
Raksasapun mengejarnya. Timun emaspun teringat akan bungkusannya, maka ditebarnya biji mentimun.
Sungguh ajaib, hutan menjadi ladang mentimun yang lebat buahnya. Raksasapun memakannya tapi buah timun itu malah menambah tenaga raksasa.
Lalu timun emas menaburkan jarum, dalam sekejap tumbuhlan pohon-pohon banbu yang sangat tinggi dan tajam.
Dengan kaki yang berdarah-darah raksasa terus mengejar. Timun emaspun membuka bingkisan garam dan ditaburkannya.
Seketika hutanpun menjadi lautan luas. Dengan kesakitannya raksasa dapat melewati.
Yang terakhit Timun Emas akhirnya menaburkan terasi, seketika
terbentuklah lautan lumpur yang mendidih, akhirnya raksasapun mati.
" Terimakasih Tuhan, Engkau telah melindungi hambamu ini " Timun Emas mengucap syukur. Akhirnya Timun Emas dan Mbok Sirni hidup bahagia dan damai.
" Terimakasih Tuhan, Engkau telah melindungi hambamu ini " Timun Emas mengucap syukur. Akhirnya Timun Emas dan Mbok Sirni hidup bahagia dan damai.
Hikayat Bunga Kemuning
Dahulu kala, ada seorang raja yang memiliki sepuluh orang
puteri yang cantik-cantik. Sang raja dikenal sebagai raja yang bijaksana. Tetapi
ia terlalu sibuk dengan kepemimpinannya, karena itu ia tidak mampu untuk
mendidik anak-anaknya. Istri sang raja sudah meninggal dunia ketika melahirkan
anaknya yang bungsu, sehingga anak sang raja diasuh oleh inang pengasuh.
Puteri-puteri Raja menjadi manja dan nakal. Mereka hanya suka bermain di danau.
Mereka tak mau belajar dan juga tak mau membantu ayah mereka. Pertengkaran
sering terjadi diantara mereka.
Kesepuluh puteri itu dinamai dengan nama-nama
warna. Puteri Sulung bernama Puteri Jambon. Adik-adiknya dinamai Puteri Jingga,
Puteri Nila, Puteri Hijau, Puteri Kelabu, Puteri Oranye, Puteri Merah Merona dan
Puteri Kuning, Baju yang mereka pun berwarna sama dengan nama mereka. Dengan
begitu, sang raja yang sudah tua dapat mengenali mereka dari jauh. Meskipun
kecantikan mereka hampir sama, si bungsu Puteri Kuning sedikit berbeda, Ia tak
terlihat manja dan nakal. Sebaliknya ia selalu riang dan dan tersenyum ramah
kepada siapapun. Ia lebih suka bebergian dengan inang pengasuh daripada dengan
kakak-kakaknya.
Pada suatu hari, raja hendak pergi jauh. Ia
mengumpulkan semua puteri-puterinya. "Aku hendak pergi jauh dan lama. Oleh-oleh
apakah yang kalian inginkan?" tanya raja. "Aku ingin perhiasan yang mahal," kata
Puteri Jambon. "Aku mau kain sutra yang berkilau-kilau," kata Puteri Jingga. 9
anak raja meminta hadiah yang mahal-mahal pada ayahanda mereka. Tetapi lain
halnya dengan Puteri Kuning. Ia berpikir sejenak, lalu memegang lengan ayahnya.
"Ayah, aku hanya ingin ayah kembali dengan selamat," katanya. Kakak-kakaknya
tertawa dan mencemoohkannya. "Anakku, sungguh baik perkataanmu. Tentu saja aku
akan kembali dengan selamat dan kubawakan hadiah indah buatmu," kata sang raja.
Tak lama kemudian, raja pun pergi.
Selama sang raja pergi, para puteri semakin nakal
dan malas. Mereka sering membentak inang pengasuh dan menyuruh pelayan agar
menuruti mereka. Karena sibuk menuruti permintaan para puteri yang rewel itu,
pelayan tak sempat membersihkan taman istana. Puteri Kuning sangat sedih
melihatnya karena taman adalah tempat kesayangan ayahnya. Tanpa ragu, Puteri
Kuning mengambil sapu dan mulai membersihkan taman itu. Daun-daun kering
dirontokkannya, rumput liar dicabutnya, dan dahan-dahan pohon dipangkasnya
hingga rapi. Semula inang pengasuh melarangnya, namun Puteri Kuning tetap
berkeras mengerjakannya.
Kakak-kakak Puteri Kuning yang melihat adiknya menyapu,
tertawa keras-keras. "Lihat tampaknya kita punya pelayan baru,"kata seorang
diantaranya. "Hai pelayan! Masih ada kotoran nih!" ujar seorang yang lain sambil
melemparkan sampah. Taman istana yang sudah rapi, kembali acak-acakan. Puteri
Kuning diam saja dan menyapu sampah-sampah itu. Kejadian tersebut terjadi
berulang-ulang sampai Puteri Kuning kelelahan. Dalam hati ia bisa merasakan
penderitaan para pelayan yang dipaksa mematuhi berbagai perintah kakak-kakaknya.
"Kalian ini sungguh keterlaluan. Mestinya ayah
tak perlu membawakan apa-apa untuk kalian. Bisanya hanya mengganggu saja!" Kata
Puteri Kuning dengan marah. "Sudah ah, aku bosan. Kita mandi di danau saja!"
ajak Puteri Nila. Mereka meninggalkan Puteri Kuning seorang diri. Begitulah yang
terjadi setiap hari, sampai ayah mereka pulang. Ketika sang raja tiba di istana,
kesembilan puteri nya masih bermain di danau, sementara Puteri Kuning sedang
merangkai bunga di teras istana. Mengetahui hal itu, raja menjadi sangat sedih.
"Anakku yang rajin dan baik budi! Ayahmu tak mampu memberi apa-apa selain kalung
batu hijau ini, bukannya warna kuning kesayanganmu!" kata sang raja.
Raja memang sudah mencari-cari kalung batu kuning di
berbagai negeri, namun benda itu tak pernah ditemukannya. "Sudahlah Ayah, tak
mengapa. Batu hijau pun cantik! Lihat, serasi benar dengan bajuku yang berwarna
kuning," kata Puteri Kuning dengan lemah lembut. "Yang penting, ayah sudah
kembali. Akan kubuatkan teh hangat untuk ayah," ucapnya lagi. Ketika Puteri
Kuning sedang membuat the, kakak-kakaknya berdatangan. Mereka ribut mencari
hadiah dan saling memamerkannya. Tak ada yang ingat pada Puteri Kuning, apalagi
menanyakan hadiahnya. Keesokan hari, Puteri Hijau melihat Puteri Kuning memakai
kalung barunya. "Wahai adikku, bagus benar kalungmu! Seharusnya kalung itu
menjadi milikku, karena aku adalah Puteri Hijau!" katanya dengan perasaan iri.
Ayah memberikannya padaku, bukan kepadamu," sahut Puteri
Kuning. Mendengarnya, Puteri Hijau menjadi marah. Ia segera mencari
saudara-saudaranya dan menghasut mereka. "Kalung itu milikku, namun ia
mengambilnya dari saku ayah. Kita harus mengajarnya berbuat baik!" kata Puteri
Hijau. Mereka lalu sepakat untuk merampas kalung itu. Tak lama kemudian, Puteri
Kuning muncul. Kakak-kakaknya menangkapnya dan memukul kepalanya. Tak disangka,
pukulan tersebut menyebabkan Puteri Kuning meninggal. "Astaga! Kita harus
menguburnya!" seru Puteri Jingga. Mereka beramai-ramai mengusung Puteri Kuning,
lalu menguburnya di taman istana. Puteri Hijau ikut mengubur kalung batu hijau,
karena ia tak menginginkannya lagi.
Sewaktu raja mencari Puteri Kuning, tak ada yang
tahu kemana puteri itu pergi. Kakak-kakaknya pun diam seribu bahasa. Raja sangat
marah. "Hai para pengawal! Cari dan temukanlah Puteri Kuning!" teriaknya. Tentu
saja tak ada yang bisa menemukannya. Berhari-hari, berminggu-minggu,
berbulan-bulan, tak ada yang berhasil mencarinya. Raja sangat sedih. "Aku ini
ayah yang buruk," katanya." Biarlah anak-anakku kukirim ke tempat jauh untuk
belajar dan mengasah budi pekerti!" Maka ia pun mengirimkan puteri-puterinya
untuk bersekolah di negeri yang jauh. Raja sendiri sering termenung-menung di
taman istana, sedih memikirkan Puteri Kuning yang hilang tak berbekas.
Suatu hari, tumbuhlah sebuah tanaman di atas kubur Puteri
Kuning. Sang raja heran melihatnya. "Tanaman apakah ini? Batangnya bagaikan
jubah puteri, daunnya bulat berkilau bagai kalung batu hijau, bunganya putih
kekuningan dan sangat wangi! Tanaman ini mengingatkanku pada Puteri Kuning.
Baiklah, kuberi nama ia Kemuning.!" kata raja dengan senang. Sejak itulah bunga
kemuning mendapatkan namanya. Bahkan, bunga-bunga kemuning bisa digunakan untuk
mengharumkan rambut. Batangnya dipakai untuk membuat kotak-kotak yang indah,
sedangkan kulit kayunya dibuat orang menjadi bedak. Setelah mati pun, Puteri
Kuning masih memberikan kebaikan.
Moral : Kebaikan akan membuahkan hal-hal
yang baik, walaupun kejahatan sering kali menghalanginya.
Putri
Tandampalik
Dahulu, terdapat sebuah negeri
yang bernama
negeri Luwu, yang terletak di pulau Sulawesi. Negeri Luwu dipimpin oleh seorang
raja yang bernama La Busatana Datu Maongge, sering dipanggil Raja atau Datu
Luwu. Karena sikapnya yang adil, arif dan bijaksana, maka rakyatnya hidup
makmur. Sebagian besar pekerjaan rakyat Luwu adalah petani dan nelayan. Datu
Luwu mempunyai seorang anak perempuan yang sangat cantik, namanya Putri
Tandampalik. Kecantikan dan perilakunya telah diketahui orang banyak. Termasuk
di antaranya Raja Bone yang tinggalnya sangat jauh dari Luwu.
Raja Bone ingin menikahkan anaknya dengan Putri Tandampalik. Ia
mengutus beberapa utusannya untuk menemui Datu Luwu untuk melamar Putri
Tandampalik. Datu Luwu menjadi bimbang, karena dalam adatnya, seorang gadis Luwu
tidak dibenarkan menikah dengan pemuda dari negeri lain. Tetapi, jika lamaran
tersebut ditolak, ia khawatir akan terjadi perang dan akan membuat rakyat
menderita. Meskipun berat akibat yang akan diterima, Datu Lawu memutuskan untuk
menerima pinangan itu. "Biarlah aku dikutuk asal rakyatku tidak menderita,"
pikir Datu Luwu.
Beberapa hari kemudian utusan Raja Bone tiba ke negeri Luwu.
Mereka sangat sopan dan ramah. Tidak ada iringan pasukan atau armada perang di
pelabuhan, seperti yang diperkirakan oleh Datu Luwu. Datu Luwu menerima utusan
itu dengan ramah. Saat mereka mengutarakan maksud kedatangannya, Datu Luwu belum
bisa memberikan jawaban menerima atau menolak lamaran tersebut. Utusan Raja Bone
memahami dan mengerti keputusan Datu Luwu. Mereka pun pulang kembali ke
negerinya.
Keesokan harinya, terjadi kegaduhan di negeri Luwu. Putri
Tandampalik jatuh sakit. Sekujur tubuhnya mengeluarkan cairan kental yang berbau anyir dan
sangat menjijikkan. Para tabib istana mengatakan Putri Tandampalik terserang
penyakit menular yang berbahaya. Berita cepat tersebar. Rakyat negeri Luwu
dirundung kesedihan. Datu Luwu yang mereka hormati dan Putri Tandampalik yang
mereka cintai sedang mendapat musibah. Setelah berpikir dan menimbang-nimbang,
Datu Luwu memutuskan untuk mengasingkan anaknya. Karena banyak rakyat yang akan
tertular jika Putri Tandampalik tidak diasingkan ke daerah lain. Keputusan itu
dipilih Datu Luwu dengan berat hati. Putri Tandampalik tidak berkecil hati atau
marah pada ayahandanya. Lalu ia pergi dengan perahu bersama beberapa pengawal
setianya. Sebelum pergi, Datu Luwu memberikan sebuah keris pada Putri
Tandampalik, sebagai tanda bahwa ia tidak pernah melupakan apalagi membuang
anaknya.
Setelah berbulan-bulan berlayar tanpa tujuan, akhirnya mereka
menemukan sebuah pulau. Pulau itu berhawa sejuk dengan pepohonan yang tumbuh
dengan subur. Seorang pengawal menemukan buah Wajao saat pertama kali
menginjakkan kakinya di tempat itu. "Pulau ini kuberi nama Pulau Wajo," kata
Putri Tandampalik. Sejak saat itu, Putri Tandampalik dan pengikutnya memulai
kehidupan baru. Mereka mulai dengan segala kesederhanaan. Mereka terus bekerja
keras, penuh dengan semangat dan gembira.
Pada suatu hari Putri Tandampalik duduk di tepi danau.
Tiba-tiba seekor kerbau putih menghampirinya. Kerbau bule itu menjilatinya
dengan lembut. Semula, Putri Tandampalik hendak mengusirnya. Tapi, hewan itu
tampak jinak dan terus menjilatinya. Akhirnya ia diamkan saja. Ajaib! Setelah
berkali-kali dijilati, luka berair di tubuh Putri Tandampalik hilang tanpa
bekas. Kulitnya kembali halus dan bersih seperti semula. Putri Tandampalik
terharu dan bersyukur pada Tuhan, penyakitnya telah sembuh. "Sejak saat ini
kuminta kalian jangan menyembelih atau memakan kerbau bule, karena hewan ini
telah membuatku sembuh," kata Putri Tandampalik pada para pengawalnya.
Permintaan Putri Tandampalik itu langsung dipenuhi oleh semua orang di Pulau
Wajo hingga sekarang. Kerbau bule yang berada di Pulau Wajo dibiarkan hidup
bebas dan beranak pinak.
Di suatu malam, Putri Tandampalik bermimpi didatangi oleh
seorang pemuda yang tampan. "Siapakah namamu dan mengapa putri secantik dirimu
bisa berada di tempat seperti ini?" tanya pemuda itu dengan lembut. Lalu Putri
Tandampalik menceritakan semuanya. "Wahai pemuda, siapa dirimu dan dari mana
asalmu ?" tanya Putri Tandampalik. Pemuda itu tidak menjawab, tapi justru balik
bertanya, "Putri Tandampalik maukah engkau menjadi istriku?" Sebelum Putri
Tandampalik sempat menjawab, ia terbangun dari tidurnya. Putri Tandampalik
merasa mimpinya merupakan tanda baik baginya.
Sementara, nun jauh di Bone, Putra Mahkota Kerajaan Bone sedang
asyik berburu. Ia ditemani oleh Anre Pguru Pakanranyeng Panglima Kerajaan Bone dan
beberapa pengawalnya. Saking asyiknya berburu, Putra Mahkota tidak sadar kalau
ia sudah terpisah dari rombongan dan tersesat di hutan. Malam semakin larut,
Putra Mahkota tidak dapat memejamkan matanya. Suara-suara hewan malam membuatnya
terus terjaga dan gelisah. Di kejauhanm, ia melihat seberkas cahaya. Ia
memberanikan diri untuk mencari dari mana asal cahaya itu. Ternyata cahaya itu
berasal dari sebuah perkampungan yang letaknya sangat jauh. Sesampainya di sana,
Putra Mahkota memasuki sebuah rumah yang nampak kosong. Betapa terkejutnya ia
ketika melihat seorang gadis cantik sedang menjerang air di dalam rumah itu.
Gadis cantik itu tidak lain adalah Putri Tandampalik.
"Mungkinkah ada bidadari di tempat asing begini ?" pikir putra
Mahkota. Merasa ada yang mengawasi, Putri Tandampalik menoleh. Sang Putri
tergagap," rasanya dialah pemuda yang ada dalam mimpiku," pikirnya. Kemudian
mereka berdua berkenalan. Dalam waktu singkat, keduanya sudah akrab. Putri
Tandampalik merasa pemuda yang kini berada di hadapannya adalah seorang pemuda
yang halus tutur bahasanya. Meski ia seorang calon raja, ia sangat sopan dan
rendah hati. Sebaliknya, bagi Putra Mahkota, Putri Tandampalik adalah seorang
gadis yang anggun tetapi tidak sombong. Kecantikan dan penampilannya yang
sederhana membuat Putra Mahkota kagum dan langsing menaruh hati.
Setelah beberapa hari tinggal di desa tersebut, Putra Mahkota
kembali ke negerinya karena banyak kewajiban yang harus diselesaikan di Istana
Bone. Sejak berpisah dengan Putri Tandampalik, ingatan sang Pangeran selalu
tertuju pada wajah cantik itu. Ingin rasanya Putra Mahkota tinggal di Pulau
Wajo. Anre Guru Pakanyareng, Panglima Perang Kerajaan Bone yang ikut serta
menemani Putra Mahkota berburu, mengetahui apa yang dirasakan oleh anak rajanya
itu. Anre Guru Pakanyareng sering melihat Putra Mahkota duduk berlama-lama di
tepi telaga. Maka Anre Guru Pakanyareng segera menghadap Raja Bone dan
menceritakan semua kejadian yang mereka alami di pulau Wajo. "Hamba mengusulkan
Paduka segera melamar Putri Tandampalik," kata Anre Guru Pakanyareng. Raja Bone
setuju dan segera mengirim utusan untuk meminang Putri Tandampalik.
Ketika utusan Raja Bone tiba di Pulau Wajo, Putri Tandampalik
tidak langsung menerima lamaran Putra Mahkota. Ia hanya memberikan keris pusaka
Kerajaan Luwu yang diberikan ayahandanya ketia ia di asingkan. Putri Tandampalik
mengatakan bila keris itu diterima dengan baik oleh Datu Luwu berarti pinangan
diterima. Putra Mahkota segera berangkat ke Kerajaan Luwu sendirian. Perjalanan
berhari-hari dijalani oleh Putra Mahkota dengan penuh semangat. Setelah sampai
di Kerajaan Luwu, Putra Mahkota menceritakan pertemuannya dengan Putri
Tandampalik dan menyerahkan keris pusaka itu pada Datu Luwu.
Datu Luwu dan permaisuri sangat gembira mendengar berita baik
tersebut. Datu Luwu merasa Putra Mahkota adalah seorang pemuda yang gigih,
bertutur kata lembut, sopan dan penuh semangat. Maka ia pun menerima keris
pusaka itu dengan tulus. Tanpa menunggu lama, Datu Luwu dan permaisuri datang
mengunjungi pulau Wajo untuk bertemu dengan anaknya. Pertemuan Datu Luwu dan
anak tunggal kesayangannya sangat mengharukan. Datu Luwu merasa bersalah telah
mengasingkan anaknya. Tetapi sebaliknya, Putri Tandampalik bersyukur karena
rakyat Luwu terhindar dari penyakit menular yang dideritanya. Akhirnya Putri
Tandampalik menikah dengan Putra Mahkota Bone dan dilangsungkan di Pulau Wajo.
Beberapa tahun kemudian, Putra Mahkota naik tahta. Beliau menjadi raja yang arif
dan bijaksana.
cerita anak--------------------- compilet by efirmansyah
0 komentar:
Posting Komentar